
Tuban - Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kepala Daerah tingkat II Tuban, nomor 90 tahun 1986, tentang pembentukan tim penggali Hari Jadi Tuban (HJT), maka tim yang bersinergi dengan pakar sejarah dan perguruan tinggi akhirnya mampu mengungkap sejarah Tuban. Atas penelusuran sejarah, akhirnya penetapan HJT bertepatan dengan dilantiknya Ronggolawe sebagai Adipati Mancanegara di Tuban tanggal 12 Nopember 1293 silam.
"Pengungkapan tersebut berdasar asal usul nama Tuban, etimologi, pendapat para ahli, sumber tertulis, dan penelusuran sejarah Tuban," ujar Bupati Tuban, Fathul Huda.
Berdasarkan legenda, ada tiga asal usul nama Tuban. Tuban berasal dari istilah "Watu Tiban". Waktu itu pusaka kerajaan Majapahit yang berbentuk batu, dibawa ke Demak oleh sepasang Burung Bangau. Sesampainya di suatu daerah batu pusaka tersebut jatuh. Tempat dimana benda pusaka jatuh diberi nama Tuban.
Tuban berasal dari istilah "Metu Banyune". Raden Dandang Wacana (Bupati Tuban pertama) menerima petunjuk membuka hutan Papringan untuk dijadikan pusat pemerintahan (Sekarang Bektiharjo). Waktu membuka hutan keluarlah sumber air, yang dalam bahasa Jawa Me "Tu" "Ban" yune.
Tuban berasal dari istilah "Ngetuake Kewajiban". Menurut kebiasaan sehari-hari masyarakat Tuban, mudah diarahkan melaksanakan suatu tugas dan kewajiban. Dalam bahasa Jawa adalah Nges"tu" ake kewaji "ban".
Lain lagi jika dilihat berdasarkan etimologi. Dalam bahasa Jawa Kawi, Tuban berarti Jeram. Sedangkan dalam Sastra Jawa Indonesia, berarti air lata atau air terjun. Sekarang tempat yang ada air terjunnya mengerucut pada tiga tempat, air terjun Nglirip di Kecamatan Singgahan, air terjun Banyulangse di Kecamatan Semanding, dan air terjun Ngerong di Kecamatan Rengel.
Tak mau kalah para ahli juga berpendapat, dimana Tuban berasal dari kata Tubo. Tubo merupakan sejenis tanaman yang dapat dibuat racun. Di sebelah barat Kota Tuban terdapat Kecamatan Jenu. Tubo dan Jenu memiliki kesamaan arti.
Tuban juga terekam jelas pada sumber tertulis, yakni pada prasasti Kambang Putih, Malengga, Banjaran, dan prasasti Tuban I dan II. Berikutnya pada naskah kuno, diantaranya Kidung Harsawijaya yang menyebutkan bahwa penobatan Raden Wijaya adalah pada "Purneng Kartika Masa Pancasidi Sukleng Catur". Yakni tanggal 15 bulan Kartika atau tanggal 12 November 1293 masehi. Kidung Ronggolawe Pupuh XXV/22 Pupuh XXV/23. Piagam Kudadu yang berangka tahun 1294 masehi, dan piagam Penenggungan tahun 1296 masehi.
"Ada juga sumber tertulis berupa berita dari luar negeri," imbuhnya.
Ketika ingin menelusuri sejarah HJT, tentu tak bisa terlepas dari masa Daha-Jenggala (1080-1222 M). Pada tahun 1042 M, Raja Airlangga membagi kerajaan Kediri menjadi dua bagian yaitu Panglaju dan Jenggala dengan batas Sungai Lamong. Waktu itu Kerajaan Panglaju diserahkan pada Sri Samarawijaya. Sedangkan Jenggala diserahkan ke Mapanji Garasakan.
Kerajaan Jenggala yang dikuasai Mapanji Garasakan terletak di sebelah Utara Sungai Lamong. Hal ini terdapat dua prasasti Kambang Putih dan Malengga, dengan demikian kisaran tahun 1044-1059 M Tuban di bawah kerajaan Jenggala.
Lebih dari itu, pada tahun 1275 M, dalam serat Pararaton nama Tuban muncul dan disebutkan "Sirna Panji Aragini Angeteraken Wangsul Ing Tuban Teka Ring Tumapel Sang Panji Aragini Angeteraken Sodohapati Dina Aklasukan Sira Aji Kertanegara. Otomatis pada jaman Raja Kertanegara, sudah menjadi kota yang besar dan juga sebuah bandar pelabuhan internasional.
"Ini membuktikan tentara Tar Tar di bawah Komando Sih-Pi, Kau Hsing, dan Ike Messe yang berkeinginan membalas penghinaan Kerajaan Singosari terlebih dulu berlabuh di Tuban," jelasnya.
Masa Kerajaan Majapahit (1293-1527 M) juga berkaitan erat dengan Tuban. Penobatan Raden Wijaya menurut Kidung Harsawijaya pada "Purneng Kartika Masa Pancasidi Sukleng Catur", yaitu tanggal 15 bulan Kartika atau tanggal 12 November 1293 M. Ronggolawe, Putra Arya Wiraraja seorang Adipati dari Sumenep dalam Serat Pararaton, diangkat sebagai Adipati Mancanegara.
Dalam kidung Ronggolawe Pupuh XXV/22, menyebut setelah penobatan Raden Wijaya, Ronggolawe beserta ayahnya pulang ke Tuban. Dapat disimpulkan pengangkatan Ronggolawe menjadi Adipati Tuban bertepatan dengan penobatan Raden Wijaya pada tanggal 12 November 1293 M.
Berdasar penelusuran ada empat pilihan menentukan HJT. Tanggal 21 Agustus 1052 berdasar Prasasti Malengga. Tanggal 31 Agustus 1052 berdasar Prasasti Banjaran ditemukan di Plumpang. Tanggal 12 November 1293 menjadi waktu penobatan Raden Wijaya yang diikuti pengangkatan Ronggolawe. Tahun 1355 berdasar Prasasti Tuban I dan II yang ditemukan di Desa Bandungrejo, Kecamatan Plumpang. Menyebutkan tentang pemberontakan di tepi Sungai yang dapat dipadamkan oleh Rha Khuti Tuban.
Menandai dinamisnya mekanisme pemerintahan dan atas pertimbangan sejarah, maka diterbitkan keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tuban Nomor 155 Tuban 1977 tentang penetapan HJT. Berdasar pada pelantikan Ronggolawe sebagai Adipati Tuban.
"Selamat HJT ke-726 kerja bersama menuju masyarakat Tuban sejahtera dan Bumi Wali untuk ibu pertiwi,"